Bisinis Nata De Coco kian besar
Kelapa memang memiliki banyak manfaat, mulia dari daun hingga buahnya bis menjadi lahan usaha. Banyaknya produk turunan yang dihasilkan dari kelapa menyebabkan buah lambang pramuka Indonesia ini disebut sebagai tree of lifebatau pohon kehidupan. Indonesia sebagai Negara kepulauan dan beriklim tropis menjadi salah satu penghasil kelapa terbesar di dunia. Salah satu daerah penghasil kelapa di Indonesia adalah Ciamis, Jawa Barat.
Membuat Nata De Coco
Ternyata potensi yang ada pada buah kelapa yang besar ini menjadikan Arif Rakhman Hakim (23 tahun) pemuda desa asli Ciamis yang lulus S1 fakultas teknologi industry pertanian IPB ini tertarik untuk memproduksi Nata De Coco dengan lebih baik. Inisiatif Arif untuk memulai usaha pembuatan Nata De Coco ini selain karena pertimbangan biaya modal yang ia keluarkan tidak besar, bahan baku yang tersedia sangat melimpah.
Awal Desember 2009 lalu Arif mulai membuka usaha pembuatan Nata De Coco skala rumahan. Meski industry skala rumahan, namun Arif menerapkan prinsip-prinsip pengolahan bahan pangan yang baik serta higienis. Cara pengolahan yang higienis dan modern inilah yang membuat para pelanggannya kian banyak, termasuk para tengkulak Nata de Coco yang datang dari berbagai daerah.
Setelah memiliki pasar yang kian besar, usaha Arif terus merambah melayani pangan pasar yang kian meluas. Ia mendatangi sendiri para tengkulak atau Bandar Nata De Coco yang merupakan salah satu mata rantai tata niaga penting di daerah. “Saya menawarkan produk yang lebih bersih, higienis serta relative murah.
Saya memberikan potongan harga lagi jika pembeliannya dalam jumlah lebih banyak, “ cetusnya. Strategi ini ternyata cukup jitu agar produknya dapat tersedia di pasar-pasar tradisional di seluruh Jawa Barat. Terbukti para tengkulak dari Cihampea, Cibeureum, dan Tegal Waru, memburu produknya. Bahkan para tengkulak tersebut ada yang memintanya untuk memproduksi dalam jumlah besar agar dapat mensuplai ke berbagai daerah lainnya.
Kendala dalam pembuatan Nata De Coco
Meski produk telah dapat dipasarkan dengan baik, dan kian bertambah banyak, namun ada bebrapa kendala yang sebelumnya tidak ia pikirkan, yaitu kendala ketersediaan bahan baku air kelapa. Ternyata untuk memperoleh kelapa dalam jumlah besar tidak segampang yang dipikirkan. Setidaknya setiap minggu harus tersedia 200-250 drigen, atau kira-kira 6250 liter air kelapa, atau kurang lebih 900 liter perhari.
Ternyata untuk memperoleh air kelapa sebanyak itu merupakan kendala tersendiri. Ia akhirnya bekerja sama dengan para pedagang kopra yang ada di pasar-pasar tradisional dengan membeli air kelapa sebesar Rp. 5000 per drigen. Ia yang menyediakan drigen dan mengambilnya setelah penuh.
Namun kendala lain yang tak kalah penting, ternyata dengan cara pembelian air seperti ini kualitasnya tidak sebaik yang diharapkan, termasuk kebersihan dan kualitasnya. “beberapa kali saya menemukan ada puntung rokok, sayuran, atu serabut kelapa yang terikut dalam derigen. Saya harus membersihkan terlebih dahulu air kelapa tersebut baru setelah benar-benar bersih dilakukan proses fermentasi,” cetusnya.
Kendala bahan baku dapat diatasi, namun kendala lain kadang datang. Seperti masalah cuaca yang tidak menentu, serta cuac a ekstrim akan menghasilkan nata de coco yang kirang bagus kualitasnya. Pembuatan nata de coco yang menghasilkan kualitas terbaik memerlukan suhu yang konstan, antara 22-25 derajat celcius, sedangkan suhu yang terlalu dingin akan menghasilkan nata de coco yang memiliki kualitas nata de coco yang rendah.
Dari produsen menjadi trader
Berbagai kendala, meski telah diatasi tetapi sebagai produsen yang mensuplai banyak tengkulak membuat Arif memerlukan energy yang lebih besar untuk menyelesaikan berbagai kendala tersebut. Ia kemudian lebih banyak mengalokasikan waktunya sebagai pedagang pengumpul nata de coco di daerahnya dari para petani atau produsen plasma yang menjadi mitranya.
Ia yang mencari pasar ke berbagai daerah dan sekaligus melayani tengkulak-tengkulak yang datang. Denga cara ini ia tetap dapat mensuplai para tengkulak untuk memperoleh nata de coco, juga memperluas jaringan pemasaran baru.
Hal penting yang dilakukan Arif adalah memberikan standar yang lebih baik, baik kuaitas produk maupun higienisnya. Saat ini ia mampu mengumpulkan nata de coco sebanyak 100 kg setiap minggunya dari para pengrajin nata de coco plasma, dengan harga sebesar Rp.15000 per kg dan menjualnya kembali kepada para tengkulak dengan harga Rp.19000 per kg.
Saat mengikuti program go Enterpreneur yang digagas penggadaian dan insititut pertanian Bogor, Arif mengajukan proposal pembangunan usaha dalam program ini. Ia memperoleh bantuan dana sebesar Rp.8.000.000 , yang digunakan untuk membeli mesin potongnata de coco, serta perlengkapan jainnya. Dia berharap dukungan dana dari program go entrepreneur pegadaian ini akan meningkatkan kapasitas usahanya menjadi lebih besar lagi dimasa mendatang.
Cara membuat nata de coco
Peralatan yang diperlukan antara lain:
Panci dari stanless, pengaduk dari stenless. Kompor, timbangan duduk, gelas ukur, baki plastic, Koran penutup, karet pengikat, rak untuk baki plastic, muk ukur, kain kassa.
Bahan yang diperlukan, antara lain:
Air kelapa murni, gula pasir, za/urea, cuka biiang, bibit nata de coco.
cara membuatnya:
air kelapa mentah disaring, dan dimasukan kedalam dandang ukuran 5 liter/20 liter dimasukan sampai mendidih 100 derajat celcius, setelah mendidih dimasukan gula pasir, untuk dandang 5 liter, gula 250gr, za 0,5gr, gula biang 50cc, dan untuk dandang 20 liter X 4 dari dari dandang atau panic 5 liter.
Air kelapa yang sudah mendidih yang dicampur dengan gula, za, cuka biang dimasukan kedalam baki plastik kira 1,2 liter dan harus dipastikan baki plastic dalam kondisi bersih dan steril dari bakteri. Baki plastic ditutup dengan menggunakan Koran dan plastic Koran pun dalam kondisi sterildari bakteri yang akan mengganggupertumbuhan nata de coco, Koran harus dijemur dipanas matahari.
Baki baki ditutuprapat dan disusun dirak baki secara rapid an ditiriskan sampai dingin untuk diberi bibit nata de coco. Pembibitan dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 05.30-06.30, hasil pembibitan ditutup kembali. Baki hasil pembibitan tidak boleh terganggu apapun, tidak digoyang-goyang, bila ingin melihat hasil nata de cocobisa dilihat pada hari ke3. Baki hasil pembibitan dibiarkan selama 1minggu. Pada hari ke7 sudah bias dibuka dan di panen.
Panen nata de coco dapat dinikmati pada hari ke7. Cirri nata de coco yang baik, permukaannya rata dan halus.apabila dari hasil tersebut dipermukaan ada yang berlubang, seperti sisa gunung berapi maka itu dimungkinkan baki atau Koran tidak steril.
referensi : majalah wirausaha dan keuangan edisi 20 desember 2010-20 januari 2011